Rabu, 10 Oktober 2007

Butir-butir Nasihat Abu Bakar Ash Shiddîq

Sekilas Tentang Abu Bakar Ash-Shiddîq R.A
Namanya adalah Abdullâh bin Utsmân bn 'Âmir al-Quraisyi Abu Bakar bin Abi Qahafah Attaymi. Ia merupakan Khalîfatur Râsyidîn yang kali pertama dan termasuk salah satu dari sepuluh orang yang diberitahukan akan masuk surga. Ia juga termasuk orang yang paling awal masuk Islam dan orang dewasa laki-laki pertama yang masuk Islam.
Selain sebagai orator ulung dan pembesar Makkah yang dermawan, ternyata ia juga seorang prajurt yang namanya tercatat dengan gemilang dalam sejarah kejayaan Islam. Ada beberapa shahabat yang dulunya kafir dan menentang Nabi Muhammad saw., dengan kepiawaiannya berdiplomasi dan kewibawaannya, seorang Thalhah bin Ubaidillâh yang awalnya ingin mengajak Abu Bakar kembali menyembah Lattâ dan Uzzâ, tersentak bingung menjawab pertanyaan-pertanyaan yang diajukan Abu Bakr ra. Lama Thalhah terdiam. Merasa tidak dapat menjawab, dan kian bimbang, lantas ia meminta Abu Bakr ra untuk menerima kesaksiannya, bahwa tiada Tuhan yang layak disembah selain Allah swt. dan Nabi Muhammad saw. adalah benar-benar utusan Allah swt. Seorang budak Umayyah, Bilal bin Rabah, juga diselamatkan dari kekufuran orang-orang Quraisy.
Abu Bakar ra. wafat di Madinah, tiga belas tahun setelah hijrahnya Rasulullah saw. ke kota Madinah. Ia dimakamkan di sisi makhluk terbaik , penutip para nabi dan imam orang-orang suci, yaitu Nabi Muhammad saw.
[1]

Butir-butir Nashihat
Ketika Rasulullah saw. telah berpulang ke sisi Rabbnya pada 12 Rabiul Awwal tahun 11 H (3 Juni 632 M), banyak shahabat yang tidak percaya tentang kematiannya. Umar bin Khattâb ra. adalah orang yang paling tidak percaya akan mangkatnya kekasih tercintanya itu. Abu Bakar ra. pun sangat sedih dengan kepulangan pemimpin sekaligus menantunya. Tapi ia adalah suratan taqdir, sekuat tenaga ia harus berusaha tegar.
Setelah mulai reda kondisi masyarakat Madinah, lantas timbul pertanyaan, siapakah nanti yang akan menggantikan Muhammad sebagai seorang pemimpin (khalîfatunnabiyy). Terjadi silang pendapat di kalangan shahabat yang cukup hebat. Kemudian di saat genting, Umar bin Khattab ra. tiba-tiba mengangkat tangah Abu Bakar ra., dan berkata: "Aba Bakr, bukankah Nabi menyuruhmu memimpin Muslimin untuk menunaikan shalat berjama'ah? Engkaulah penggantinya (khalifahnya). Kami akan mengikrarkan orang yang paling dicintai oleh Rasulullah di antara kita semua, ini." Baiat ini kemudian diikuti oleh Abu Ubaidah dan shahabat lainnya.
Setelah pembaiatan umum selesai di Saqifah, Abu Bakar berdiri di hadapan mereka dan menyampaikan sebuah pidato singkat. Dan inilah pidato pertama beliau setelah memangku jabatan sebagai khalifah. Perhatikan petikan khutbah beliau di bawah ini:
Kemudian, ia mengucapkan pujian dan penghormatan kepada Allah saw., lantas berkata: "Saudara-saudara. Saya sudah terpilih untuk memimpin kamu sekalian, dan saya bukanlah orang yang terbaik di antara kamu sekalian. Kalau saya berlaku baik, bantulah saya. Kebenaran adalah suatu kepercayaan dan dusta adalah pengkhianatan. Orang yang lemah di kalangan kamu adalah orang terkuat di mata saya, sesudah haknya saya berikan kepadanya -insya Allah, dan orang terkuat di mata saya adalah orang terlemah, sesudah haknya nanti saya ambil –insya Allah. Apabila ada golongan yang meninggalkan perjuangan di jalan Allah, maka Allah akan menimpakan kehinaan kepada mereka. Apabila kejahatan itu sudah meluas pada suatu golongan, maka Allah akan menyebarkan bencana itu kepada mereka. Taatilah saya selama saya taat kepada (perintah) Allah dan Rasul-Nya. Tetapi apabila saya melanggar (perintah) Allah dan Rasûlullâh, maka gugurlah kesetiaanmu kepada saya. Laksanakan shalat, niscaya Allah akan merahmati kamu sekalian."

Sesungguhnya banyak pelajaran dan hikmah yang dapat dipetik dari khutbah singkat ini. Diantaranya sebagaimana berikut:
1. Khutbah ini diawali dengan pujian-pujian kepada Allah saw. Ini menunjukkan bahwa terpilihnya ia sebagai khalifah, merupakan tanggung jawab besar, yang harus dipikul dan dimintai pertanggungjawabannya, baik di dunia (masyarakat), lebih-lebih kepada Allah 'Azza wa Jalla.
2. Perkataan lastu bikhairikum, aku bukanlah yang terbaik di antara kalian, menunjukkan kerendahan hati seorang Abu Bakar ra. Ia tidak malu mengatakan dirinya memiliki kekurangan dan kelemahan di hadapan masyarakat. Karena jabatan memang sangat berat tanggung jawabnya di mata Allah dan manusia. Apalagi menyangkut pemerintahan, yang penuh dengan godaan dan perhiasan dunia.
3. Ia bahkan mengatakan, jangan ikuti aku jika kalian sekalian mendapatkan aku bertentangan dengan Al-Qur'an dan As Sunnah. Tapi jika kalian yang melanggar aturan-aturan Allah dan Rasul-Nya, ia tidak akan segan-segan untuk memerangi kaumnya. Hal ini pernah terbukti pada kasus beredarnya nabi palsu dan meninggalkan kewajiban zakat.
4. Bagi Abu Bakar ra, orang yang terkuat di kaumnya, baik dari segi harta, kekuatan fisik dan pengikut, tapi ia melanggar ketentuan Allah dan Rasul-Nya, di mata beliau, ia hakikatnya orang lemah dan akan diperangi hingga bertaubat. Sebaliknya, orang yang lemah di kaumnya dari segi materi, tapi berpegang teguh dengan syariat Allah saw., di mata Abu Bakar ra., justru ialah yang terkuat.
5. Walaupun sebagai seorang pemimpin Negara, yang sejatinya duduk tenang menikmati kekayaan dan semua kemudahan, ia justru mengajak kaumnya untuk ikut berperang bersamanya. Bahkan ia bersaksi, barang siapa yang tidak ikut ikut berjihad (perang), sedang ia mampu, niscaya Allah saw. akan menimpakan kehinaan dan bencana.
6. Terakhir, pesan beliau kepada kaumnya untuk tidak meninggalkan shalat. Karena Allah swt. akan senantiasa mencurahkan rahmat dari sisi mana pun.

Pada dasarnya masih banyak butiran nashihat yang dapat diambil dari khutbah singkat ini. Keenam poin ini saja masih bagian kecil dari luasnya hikmah yang dapat dipetik. Belum lagi dari segi bahasa yang digunakan Abu Bakar ra. Singkat, jelas, musah dipahami dan berbobot. Seperti ada nilai seni sastra yang dikandung khutbah ini. Wallâhu A'lam.

Referensi:
Al-Kandahlawi, M. Yusuf, Hayâtush Shahâbah II-III, Darul Qalam, 1983.
Al-Minsyâwi, M. Shiddîq, 100 Kisah Teladan Abu Bakar ra., Gema Insani Press, 2005.
Haikal, M. Husein, Abu Bakar As-Shiddiq, Litera Antarnusa, 2001.

[1] M. Shiddîq al-Minsyâwi, 100 Kisah Teladan Abu Bakar ra., Gema Insani Press: Jakarta, 2005, hal. 16.

1 komentar:

Anonim mengatakan...

saya sependapat dengan anda..