Jumat, 13 Februari 2009

shining



Awalnya saya buat video ini untuk opening salah satu project, tapi ternyata nggak cocok.

Rabu, 11 Februari 2009

Selasa, 10 Februari 2009


Foto di samping memang bukan pejuang kemerdekaan seperti sosok jenderal Sudirman yang pemimpin pasukan gerilya pada masa kemerdekaan dan karena jasa2nya dibuat patung dirinya dari perunggu seberat 4 ton dengan anggaran sebesar Rp 3,5 miliar. Berdiri kokoh di depan Gedung BNI, di tengah ruas jalan yang membelah Jalan Sudirman dan berbatasan dengan Jalan Thamrin. Atau Ki Hajar Dewantara (1889-1959) yang semboyan ciptaannya, tut wuri handayani, menjadi slogan Departemen Pendidikan Nasional, namanya diabadikan salah satu kapal perang Indonesia, KRI Ki Hajar Dewantara, bahkan potret dirinya diabadikan dalam uang kertas pecahan 20.000 rupiah. Bukan....bukan...bahkan untuk tingkat kelurahan saja, dua orang ini sama sekali bukan siapa2, maksudnya tidak seperti juragan tanah di kampungku, Pak Juki, yang punya tanah warisan engkong berhektar2 dan dikenal sepanjang jalan sukatani- cikarang. Bukan, sekali lagi bukan....

Atau sosok perempuannya seperti bu guru Muslimah, wanita yang sangat dikenal lewat novel best seller Andrea Hirata, Laskar Pelangi, yang edisi filmnya menembus angka 4 juta lebih penonton, mengungguli AAC bahkan AADC.

Bukan...bukan....nggak setenar orang2 itu..

Tapi jangan salah, kedua sosok yang sejak kecil aku paling kenal ini, bahkan sampai sekarang, kenyataannya sangat berpengaruh dalam kehidupanku. Ya, mereka berdua adalah ayah dan ibu yang telah membesarkan dan memeliharaku hingga saat ini. Foto ini diambil saat liburan semester bersama keluarga pak le' sekitar 3 tahun lalu di Borobudur, Magelang Jawa Tengah. Jarang2 aku dapat momen indah seperti ini, setidaknya selepas dari SD, karena sebagian besar waktu dan kesempatan banyak dihabiskan di Solo untuk sekolah. Bahkan untuk diabadikan dalam sebuah foto. It's really lucky...

Senyum di wajah mereka tampak begitu jelas di foto ini. Seperti biasanya, bapak selalu saja buat ulah yang aneh2. Lihat saja, bagaimana bapak memegang payung ala Charlie Caplin. Aneh2 saja. Haahhh....seperti baru kemarin rasanya aku merengek minta dibelikan mainan power ranger di toko mainan dekat rumah. Menarik2 bagian belakang baju mamak, waktu liat perahu otok2 yang di jual di pasar. Nagis ga berenti2nya, karena gak diajak liburan ke Cimahi. Potongan2 kenangan masa kecil terkadang sekelebat terlintas di pikiran. Begitulah masa kanak2. Semua orang pasti pernah mengalami periode itu dengan seambrek kisah lucu dan fantastik.

Bapak... kewajibanmu sebagai pemimpin keluarga sudah ditunaikan dengan sangat baik. Dalam sebuah hadits disebutkan, ada seorang datang kepada Nabi Saw dan bertanya, " Ya Rasulullah, apa hak anakku ini?" Nabi Saw menjawab, "Memberinya nama yang baik, mendidik adab yang baik, dan memberinya kedudukan yang baik (dalam hatimu)." (HR. Aththusi)
. Yaa...meskipun kata orang namaku jawa banget, ga ada arab2 acan, apalagi konon namaku diberi salah seorang dalang di kampung. Wijananto, Wi diambil dari Wirosari (nama sebuah kecamatan di Purwodadi) dan Ja = Jakarta, Nanto panggilannya. Mungkin maksudnya, saat itu ayahku biasa hilir mudik Wirosari-Jakarta karena suatu keperluan, lantas sesimpel itu pula si dalang meringkas dan menjadikan 2 awalan daerah itu sebuah nama, katanya biar banyak rejeki...hee...maklumlah, saat itu bapak masih cetek pengetahuan agamanya. Tapi, aku yakin dalam lubuk hatinya besar harapan agar si anak tumbuh menjadi pribadi yang shaleh dan bermanfaat bagi orang banyak, juga banyak rejeki...

Dalam hal mendidik, mungkin
bagi sebagian orang tua sekarang, bapak terlihat sangat keras. Gak boleh maen keluar rumah waktu adzan maghrib berkumandang, no tv at tht moment, gak ada ulang tahun, bahkan kue bolunya pun gak ada yang berani makan, katanya dalam Islam gak ada perayaan ulang tahun, gak boleh nerima dodol imlek, kalo kita ikut2n berarti ikut merayakan hari raya itu, dilarang ngucapin Natal, alasannya sama kayak Buya Hamka, bahkan bertemen saja, aku sangat diwanti2 biar gak sembarangan pilih. Pernah suatu kali, gara2 aku asik maen layang2 dengan tetangga etnis cina non muslim, abangku, mas Narko kena amuk bapak. Alhasil, karena kenakalanku, abang tertabrak motor saat hendak menuntunku menyebrang. Kakinya patah. Tapi syukur alhamdulillah, sekarang sudah baik seperti sedia kala.

Yaa..begitulah, tidak ada yang lebih berharga dan kita cintai setelah Allah dan Rasul-Nya, dari keluarga yang sakinah mawaddah wa rahmah....rabbanaa aatinaa fiddunyaa hasanah wa fil aakhirati khasanah wa qinaa 'adzaabannaar...

Senin, 09 Februari 2009

Nasi Goreng Jagung Bang Doni

Rasa penat setelah seharian berkutat dengan rendering, rasanya hilang begitu saja setelah menyantap nasi goreng yang maknyuss di bilangan Pondok Pinang, Lebak Bulus tadi malam. Udara yang dingin disertai rintik-rintik hujan, sepertinya makin menambah cita rasa nasi goreng yang buatku terbilang baru. Baru? apa yang baru cobaa....ahaaa, nasi goreng ini ada potongan jagung d atasnya...hmmm..yummy... :) kayaknya si Abang pake jagung bangkok deh, sangat jelas terasa dari ukuran dan taste yang manis dan krezz. Karena ada jagungnya, makanya si Abang kasih nama Nasi Goreng Jagung...ya iyalah, kalo ada petenya, pasti nasi goreng pete. Ini dia, Bang Doni. Pemuda berjanggut yang terbilang cukup muda dan ganteng untuk ukuran penjual nasi goreng, ternyata begitu legendaris di sepanjang jalan Pondok Pinang arah Pondok Labu Lebak Bulus. Pembelinya hampir tidak putus-putus silih berganti berdatangan bahkan tidak sedikit wanita2 ABG yang terlihat senyum2 gak jelas berhadapan dengan Bang Doni. O ya, aku gak sendirian, ditemani Gunawan, rekan kerjaku, pemuda bertubuh minimalis dengan rambut tegak berdiri ke atas...dia pula yang awalnya mengajakku makan tadi malam setelah ngobrol panjang di kostannya. Ahaa....senangnya Phuyung Hai panas pesanannya lebih dulu datang menghampiri, jadi aku bisa ikut mencicipi rasa khas adonan telornya Bang Doni. mm....m..enyakk.... :) celotehku dalam hati saat potongan telor bercampur sosis, bakso dan daging mulai masuk ke kerongkonganku. Makin tidak sabar aku menanti pesanan jagung bertabur nasi goreng yang konon terkenal lezat di antara pedagang serupa. Ahaa....sepiring nasi goreng jagung panas dengan asap mengebul siap ku santap. Tanpa menunggu lama, langsung saja kuraih sendok dan segera kucicipi......TINGG... :) seulas senyum merekah di wajahku sambil kutatap wajah Gunawan yang sedang menikmati sensasi PH, "Gun, enakk...". Tanpa terasa, sepiring besar nasi goreng jagung...ludes. Nyam..nyam...nyam...mantabb...Dari segi harga, memang agak lebih mahal dari nasi goreng sekitarnya. Nasi Goreng Jagung dibandrol Rp 10.000 per porsi, es jeruk Rp 2.000. Phuyung Hai yang dipesan Gunawan, dihargai Rp 14.000,-. Pokoknya buat temen2 yang berkesempatan maen ke Lebak Bulus, jangan melewatkan Nasi Goreng Bang Doni yang uweenak di depan Gang Subur dekat Alfamart Pondok Pinang....dijamin maknyuss...
Anda butuh guide? just contact 087878363419....heee... :)

Selasa, 03 Februari 2009

jadi inget yaqi..


Kecelakaan yang menimpa adek Rizky dan 5 rekannya, sabtu (31/1) dini hari, patut menjadi pelajaran buat semua, khususnya buat diriku pribadi. Betapa kematian begitu dekat. Siap - tidak siap, tua - muda, sehat atau dalam keadaan sakit, saat pagi - siang - sore atau malam, nyawa seseorang bisa saja kembali kepada sang Pemilik kehidupan, Allah swt.

........
Berpisah dengan orang yang kita cintai pasti sangat menyakitkan, sangat sangat menyakitkan....terlebih dia
adalah keluarga kita sendiri. Kematian adek Rizky, sepertinya peringatan keras buatku...untuk selalu mencintai mamak, bapak, mas narko, yaqi, bude dan orang2 yang terdekat. Buat adikku tersayang, yaqi, mas nanto minta maaf kalo selama ini jarang menghubungi kamu. Jadi inget dulu...waktu kita masih sama2 masih di rumah. Walaupun mas selalu usil, tapi sebenarnya jauh d hati ini, mas sayang sama yaqi. Kerinduan itu sangat terlihat waktu Mts, setiap liburan cawu, mas rindu akan keceriaan bersama di rumah. Bermain bersama, saling tukar cerita....yaqi cerita tentang taekwondo sambil memeragakan jurus2 yang mas nanto sendiri gak tau...cerita tentang film2 kartun terbaru di tv....mainan2 baru yang yaqi beli pake uang tabungan sendiri...piala2 yang tersusun rapi di lemari, sambil menghitung dan membandingkan dengan punyaku dan mas narko...haaah.. indahnya.....tp masa itu berlalu begitu cepat...bahkan terlalu cepat buatku...aku begitu merindukan saat2 indah itu. Adikku sayang....kejar terus cita2mu...ceria selalu...mas nanto akan selalu ada d sisimu...

.......
Terima kasih Adek Rizky, kau inspirasi buatku....

Rabu, 10 Oktober 2007

Butir-butir Nasihat Abu Bakar Ash Shiddîq

Sekilas Tentang Abu Bakar Ash-Shiddîq R.A
Namanya adalah Abdullâh bin Utsmân bn 'Âmir al-Quraisyi Abu Bakar bin Abi Qahafah Attaymi. Ia merupakan Khalîfatur Râsyidîn yang kali pertama dan termasuk salah satu dari sepuluh orang yang diberitahukan akan masuk surga. Ia juga termasuk orang yang paling awal masuk Islam dan orang dewasa laki-laki pertama yang masuk Islam.
Selain sebagai orator ulung dan pembesar Makkah yang dermawan, ternyata ia juga seorang prajurt yang namanya tercatat dengan gemilang dalam sejarah kejayaan Islam. Ada beberapa shahabat yang dulunya kafir dan menentang Nabi Muhammad saw., dengan kepiawaiannya berdiplomasi dan kewibawaannya, seorang Thalhah bin Ubaidillâh yang awalnya ingin mengajak Abu Bakar kembali menyembah Lattâ dan Uzzâ, tersentak bingung menjawab pertanyaan-pertanyaan yang diajukan Abu Bakr ra. Lama Thalhah terdiam. Merasa tidak dapat menjawab, dan kian bimbang, lantas ia meminta Abu Bakr ra untuk menerima kesaksiannya, bahwa tiada Tuhan yang layak disembah selain Allah swt. dan Nabi Muhammad saw. adalah benar-benar utusan Allah swt. Seorang budak Umayyah, Bilal bin Rabah, juga diselamatkan dari kekufuran orang-orang Quraisy.
Abu Bakar ra. wafat di Madinah, tiga belas tahun setelah hijrahnya Rasulullah saw. ke kota Madinah. Ia dimakamkan di sisi makhluk terbaik , penutip para nabi dan imam orang-orang suci, yaitu Nabi Muhammad saw.
[1]

Butir-butir Nashihat
Ketika Rasulullah saw. telah berpulang ke sisi Rabbnya pada 12 Rabiul Awwal tahun 11 H (3 Juni 632 M), banyak shahabat yang tidak percaya tentang kematiannya. Umar bin Khattâb ra. adalah orang yang paling tidak percaya akan mangkatnya kekasih tercintanya itu. Abu Bakar ra. pun sangat sedih dengan kepulangan pemimpin sekaligus menantunya. Tapi ia adalah suratan taqdir, sekuat tenaga ia harus berusaha tegar.
Setelah mulai reda kondisi masyarakat Madinah, lantas timbul pertanyaan, siapakah nanti yang akan menggantikan Muhammad sebagai seorang pemimpin (khalîfatunnabiyy). Terjadi silang pendapat di kalangan shahabat yang cukup hebat. Kemudian di saat genting, Umar bin Khattab ra. tiba-tiba mengangkat tangah Abu Bakar ra., dan berkata: "Aba Bakr, bukankah Nabi menyuruhmu memimpin Muslimin untuk menunaikan shalat berjama'ah? Engkaulah penggantinya (khalifahnya). Kami akan mengikrarkan orang yang paling dicintai oleh Rasulullah di antara kita semua, ini." Baiat ini kemudian diikuti oleh Abu Ubaidah dan shahabat lainnya.
Setelah pembaiatan umum selesai di Saqifah, Abu Bakar berdiri di hadapan mereka dan menyampaikan sebuah pidato singkat. Dan inilah pidato pertama beliau setelah memangku jabatan sebagai khalifah. Perhatikan petikan khutbah beliau di bawah ini:
Kemudian, ia mengucapkan pujian dan penghormatan kepada Allah saw., lantas berkata: "Saudara-saudara. Saya sudah terpilih untuk memimpin kamu sekalian, dan saya bukanlah orang yang terbaik di antara kamu sekalian. Kalau saya berlaku baik, bantulah saya. Kebenaran adalah suatu kepercayaan dan dusta adalah pengkhianatan. Orang yang lemah di kalangan kamu adalah orang terkuat di mata saya, sesudah haknya saya berikan kepadanya -insya Allah, dan orang terkuat di mata saya adalah orang terlemah, sesudah haknya nanti saya ambil –insya Allah. Apabila ada golongan yang meninggalkan perjuangan di jalan Allah, maka Allah akan menimpakan kehinaan kepada mereka. Apabila kejahatan itu sudah meluas pada suatu golongan, maka Allah akan menyebarkan bencana itu kepada mereka. Taatilah saya selama saya taat kepada (perintah) Allah dan Rasul-Nya. Tetapi apabila saya melanggar (perintah) Allah dan Rasûlullâh, maka gugurlah kesetiaanmu kepada saya. Laksanakan shalat, niscaya Allah akan merahmati kamu sekalian."

Sesungguhnya banyak pelajaran dan hikmah yang dapat dipetik dari khutbah singkat ini. Diantaranya sebagaimana berikut:
1. Khutbah ini diawali dengan pujian-pujian kepada Allah saw. Ini menunjukkan bahwa terpilihnya ia sebagai khalifah, merupakan tanggung jawab besar, yang harus dipikul dan dimintai pertanggungjawabannya, baik di dunia (masyarakat), lebih-lebih kepada Allah 'Azza wa Jalla.
2. Perkataan lastu bikhairikum, aku bukanlah yang terbaik di antara kalian, menunjukkan kerendahan hati seorang Abu Bakar ra. Ia tidak malu mengatakan dirinya memiliki kekurangan dan kelemahan di hadapan masyarakat. Karena jabatan memang sangat berat tanggung jawabnya di mata Allah dan manusia. Apalagi menyangkut pemerintahan, yang penuh dengan godaan dan perhiasan dunia.
3. Ia bahkan mengatakan, jangan ikuti aku jika kalian sekalian mendapatkan aku bertentangan dengan Al-Qur'an dan As Sunnah. Tapi jika kalian yang melanggar aturan-aturan Allah dan Rasul-Nya, ia tidak akan segan-segan untuk memerangi kaumnya. Hal ini pernah terbukti pada kasus beredarnya nabi palsu dan meninggalkan kewajiban zakat.
4. Bagi Abu Bakar ra, orang yang terkuat di kaumnya, baik dari segi harta, kekuatan fisik dan pengikut, tapi ia melanggar ketentuan Allah dan Rasul-Nya, di mata beliau, ia hakikatnya orang lemah dan akan diperangi hingga bertaubat. Sebaliknya, orang yang lemah di kaumnya dari segi materi, tapi berpegang teguh dengan syariat Allah saw., di mata Abu Bakar ra., justru ialah yang terkuat.
5. Walaupun sebagai seorang pemimpin Negara, yang sejatinya duduk tenang menikmati kekayaan dan semua kemudahan, ia justru mengajak kaumnya untuk ikut berperang bersamanya. Bahkan ia bersaksi, barang siapa yang tidak ikut ikut berjihad (perang), sedang ia mampu, niscaya Allah saw. akan menimpakan kehinaan dan bencana.
6. Terakhir, pesan beliau kepada kaumnya untuk tidak meninggalkan shalat. Karena Allah swt. akan senantiasa mencurahkan rahmat dari sisi mana pun.

Pada dasarnya masih banyak butiran nashihat yang dapat diambil dari khutbah singkat ini. Keenam poin ini saja masih bagian kecil dari luasnya hikmah yang dapat dipetik. Belum lagi dari segi bahasa yang digunakan Abu Bakar ra. Singkat, jelas, musah dipahami dan berbobot. Seperti ada nilai seni sastra yang dikandung khutbah ini. Wallâhu A'lam.

Referensi:
Al-Kandahlawi, M. Yusuf, Hayâtush Shahâbah II-III, Darul Qalam, 1983.
Al-Minsyâwi, M. Shiddîq, 100 Kisah Teladan Abu Bakar ra., Gema Insani Press, 2005.
Haikal, M. Husein, Abu Bakar As-Shiddiq, Litera Antarnusa, 2001.

[1] M. Shiddîq al-Minsyâwi, 100 Kisah Teladan Abu Bakar ra., Gema Insani Press: Jakarta, 2005, hal. 16.

Sabtu, 06 Oktober 2007

Ibu, Guru Terbaikku

وَوَصَّيْنَاالْإِنْسَانَ بِوَالِدَيْهِ حَمَلَتْهُ أُمُّهُ وَهْنًا عَلَى وَهْنٍ
وَفِصَالُهُ فِى عَامَيْنِ أَنِ اشْكُرْلِى وَلِوَالِدَيْكَ إِلَيَّ الْمَصِيْرُ…..

“Dan Kami perintahkan kepada manusia (untuk berbuat baik) kepada dua orang ibu bapaknya, ibunya yang telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambah-tambah,…”
(Q.S. Lukman/31: 14)


Ibnu Katsir memberikan komentar dalam menafsirkan ayat 14 surat Luqman di atas. Pengorbanan seorang ibu terhadap anak, menurutnya bersifat akumulatif (syumûliyyah). Hal ini dapat dilihat dari fase mendidik anak yang tidak kenal waktu, siang dan malam, yang semua itu dilakukannya benar-benar dalam keadaan sulit dan peluh. Supaya anak senantiasa ingat akan jasa-jasa kedua orang tuanya terutama ibu, hingga diharapkan dapat berbuat baik saat dewasa. Pendapat serupa juga disampaikan oleh Imam Mujahid, Qotadah dan ‘Atha Al Khurasany. (Tafsir Ibnu Katsîr III, h. 416)
Subhanallah! Demikian mulianya kedudukan seorang ibu di tengah-tengah manusia, hingga Allah Ta’ala secara khusus memberikan apresiasi atas pengorbanannya. Saat mengandung selama 9 bulan misalnya, perjalanannya sebagai calon ibu, tak jarang mengalami gangguan baik dalam maupun luar. Gangguan dalam misalnya: komplikasi selama kehamilan, keguguran, ketuban pecah dini, kelainan rhesus darah ibu dengan janin, hamil anggur; sel telur yang seharusnya berkembang manjadi janin justru terhenti perkembangannya membentuk gelembung-gelembung berisi cairan mirip anggur, plasenta previa; melekatnya plasenta pada bagian bawah rahim sehingga menutupi sebagian atau seluruh jalan rahim, makin dekat posisi plasenta dengan mulut rahim makin besar kemungkinan terjadi pendarahan, dan gangguan-gangguan dalam lainnya. Penderitaan ini belum lagi ditambah dengan kondisi psikologis (kejiwaan) sang ibu yang sangat labil. Gangguan luar seperti hubungan dengan suami, keluarga, kerabat dan tetangga, juga dapat memberi dampak buruk bagi kehamilan, bila tidak terjadi komunikasi yang harmonis diantara mereka. Keadaan lemah dan terus melemah (adh’âfan mudhâ’afan) seperti ini tentu tidak mudah dilalui bagi seorang ibu. Penderitaan mereka baru akan sedikit terobati dengan kelahiran sang buah hati, meskipun harus dibayar dengan rasa sakit yang luar biasa, bahkan sebagian dari mereka rela mati demi kelahiran sang buah hatinya. Daftar penderitaan seorang ibu terus akan bertambah seiring dengan perjalanan waktu si kecil dan tugas selaku seorang istri dalam sebuah keluarga. (Sasa Esa Agustina, Wanita Antara Cinta & Keindahan, h.205).
Sederet penderitaan yang diemban seorang ibu, justru menambah nilai kemuliaan dan menaikkan kedudukan kaum ibu di atas kaum ayah. Barangkali kelebihan inilah yang membedakan cara dalam memperlakukan ayah dan ibu.

عَنْ أَبِىْ هُرَيْرَةَ قَالَ: جَاءَ رَجُلٌ إِلَى رَسُوْلِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ فَقَالَ:يَا رَسُوْلَ اللهِ مَنْ أَحَقُّ النَّاسِ بِحُسْنِ صَحَابَتىِ؟ قَالَ: أُمُّكَ. قَالَ: ثُمَّ مَنْ؟ قَالَ: أُمُّكَ. قَالَ: ثُمَّ مَنْ؟ قَالَ: أُمُّكَ. قَالَ: ثُمَّ مَنْ؟ قَالَ أَبُوْكَ.
Dari Abi Hurairah ra., Ia berkata, “Datang seorang pemuda kepada Rasulullah saw. dan berkata: “Wahai Rasulullah, kepada siapa aku harus berbakti?” Rasulullah menjawab, “Kepada ibumu,” Ia berkata, “Kemudian kepada siapa?” Jawab Rasulullah, “Kepada ibumu.” Ia berkata, “Kemudian kepada siapa?” Jawab Rasulullah, “Kepada ibumu,” Ia berkata, “Kemudian kepada siapa?” Rasulullah berkata, “Kepada ayahmu”. (HR. Bukhari)
Imam An Nawawy berkata, hadits ini hakikatnya memerintahkan kepada kita untuk senantiasa berbakti kepada semua kerabat, akan tetapi bilkhusûsh dan utama kepada ibu, baru kemudian ayah dan kerabat serta kerabat jauh. (Muhammad Fuâd Abdul Bâqi’, Lu’lu’ wal Marjân II, h. 787)
Pengorbanan seorang ibu tidak sampai di situ saja. Setelah terhibur -walaupun sesaat- dengan kelahiran sang buah hati, tugas berat lain sudah siap menanti. Mulai dari menyusui, membersihkan kotoran, menenangkan kita kala menangis, mencuci pakaian, memandikan, terbangun di tengah malam, dan lain sebagainya. Belum lagi ditambah dengan tugas-tugas sebagai seorang istri, yang harus mengurus rumah tatkala suami bekerja; menyapu, mengepel, mencuci pakaian, memasak, menyetrika, membereskan perabotan, mengisi bak mandi dan lain sebagainya. Padahal, semua tugas ini baru diasumsikan ibu dengan satu anak, bagaimana dengan dua, tiga, empat, lima atau lebih anak. Lebih-lebih, pekerjaan ini adalah rutinitas harian, sehingga seorang ibu benar-benar harus memiliki tenaga ekstra dan jiwa berkorban yang tinggi untuk melakukan semua tugas berat ini.

Belajar di Rumah
Bila ditanya, dimana anak-anak belajar untuk pertama kalinya? Dimana mereka dapat menuntut ilmu dengan harga murah serta hasil memuaskan? Jawaban paling tepat, tentu saja di rumah. Pilihan pertama bagi kita untuk menumbuhkan keinginan sekaligus mengajarkan pada anak-anak, semua hal yang belum diketahuinya. Lewat pembelajaran secara simultan. praktis dan familiar. Pelajaran di rumah sebenarnya memiliki potensi dan kelebihan dari belajar secara formal di sekolah pada umumnya. Lalu siapa guru-gurunya? Siapa lagi kalau bukan ayah dan ibunya. Ayah sebagai kepala sekolah sekaligus administrator dan ibu sebagai pengajar utamanya. Lantas bagaimana kurikulumnya? Tinggal disesuaikan dengan apa yang akan didapat di masyarakat dan di sekolahnya dengan tambahan pelajaran favorit, aqidah dan kepribadian (akhlaq). Adapun gaya, waktu, sarana dan prasarana pengajaran, serta trik-triknya dibuka seluas-luasnya bagi orang tua untuk berekspresi.
Mengapa rumah disebut sebagai tempat yang paling efektif dalam membina seorang anak menjadi shaleh dan pintar. Karena waktu yang dijalani anak-anak di sekolah, jauh lebih sedikit daripada di sekolahnya. Setelah dipotong dengan waktu libur akhir semester, hari raya besar nasional, hari Minggu, praktis jumlah hari bersekolah hanya sekitar 240 hari saja setiap tahunnya. Itu pun waktu dihabiskan setiap harinya hanya berkisar antara 2 jam sampai 6 jam saja setiap harinya. Jika kita asumsikan anak-anak menghabiskan 6 jam di sekolah setiap harinya, maka dalam 240 hari, jumlah yang dihabiskan di sekolah mencapai 1.440 jam atau setara dengan 60 hari. Dengan kata lain, dalam setahun sesungguhnya anak-anak kita menghabiskan hanya 60 hari saja untuk bersekolah, selebihnya dihabiskan di luar sekolah. Karena itu, pantauan dan kualitas pertemuan antara orang tua, terutama ibu dan anak di rumah berperan penting dalam pembentukan sikap (akhlaq) dan kecerdasan bagi si anak. (Koran Tempo, 6/1/2002)

Menurut psikolog, Muhibbin Syah, M.Ed, pelajaran pertama bagi anak sebenarnya sudah disampaikan seorang ibu sejak dalam kandungannya. Sebab, apa yang dimakan ibu tentu dimakan anak, apa yang diminum ibu juga diminum oleh anak, bila ibu merokok anak pun ikut merasakan dan mengalami efek negatifnya, bahkan menurut penelitian seorang anak dalam kandungan juga dapat mendengarkan nyanyian klasik Sebastian Bach, Mozart, dan Barroqeu, yang dipercaya dapat menumbuhkan sistem kecerdasannya. Kalau nyanyian saja dapat membantu mengembangkan kecerdasannya, apalagi jika mereka sering diperdengarkan lantunan ayat-ayat suci al-Qur`ân, yang sudah jelas-jelas kemuliaannya. Setelah lahir, ibu akan mengajarkan kepada kita bagaimana memakan, meminum, berjalan, berdiri, berbicara, membedakan mana baik dan buruk, mengenalkan anggota keluarga dan cara menyapanya, bermain dst. Semua ini dialami setiap anak yang berusia satu hingga enam tahun. (Muhibbin Syah, M.Ed, Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Baru, Bandung: Rosdakarya, 2002, h. 49-50)
Disinilah sesungguhnya seorang ibu ditempatkan sebagai guru sebenarnya, bukan ayah. Karena persentase pertemuan antara anak dan ibu jauh lebih banyak daripada dengan ayah. Oleh karenanya, hubungan antara ibu dan anak terasa dekat. Kaum ibu mempunyai kedudukan yang agak berbeda dan khas dalam Islam, karenanya Allah swt. menempatkan posisi kaum ibu setara dengan para mujahidah bila ia menjalankan perannya sebagai ibu dan istri yang baik. “Siapa di antara kalian para istri dan ibu yang ikhlas tinggal di rumah untuk mengasuh anak-anak dan melayani segala urusan suaminya, maka ia mendapat pahala yang kadarnya sama dengan para mujahidin di jalan Allah.” (HR. Bukhari dan Muslim).
Tidak ada seorang ibu pun yang rela anaknya menderita, atau menjadi penjahat. Semua sepakat menginginkan anak-anaknya menjadi orang yang berguna, pintar lagi shaleh dan shalehah. Sebagai ibu, ia sadar posisi dan skala prioritas dalam menjalani kehidupannya. Rumah adalah basis utama kerja dan dakwahnya. Setiap belaian kasih sayangnya adalah kebaikan, setiap hukuman karena pelanggaran anak-anaknya adalah dakwah, di tiap mangkuk masakannya penuh dengan keberkahan. Oleh karenanya, nilai ibadah terbesar seorang ibu di mata Allah swt. justru membesarkan anaknya dengan penuh tanggung jawab dan keikhlasan.
Kita sebagai seorang anak hendaknya mulai sadar dan mengerti betapa pedih dan panjang pengorbanan seorang ibu. Ia bukan hanya melahirkan dan membesarkan, tapi juga mengajarkan semua hal yang belum kita tahu. Ia pun rela mengalah untuk tidak makan lantaran kita belum makan. Pantaskah bila kita masih berkata “ah” terhadapnya? Bersuara keras didepannya? Bahkan menjelek-jelekkannya? Na’ûdzubillâh. Rabbighfirlî waliwâlidayya warhamhumâ kamâ rabbayânî shaghîrâ. Amin.